Langsung ke konten utama

Intermezzo : Ucapkan Setiap Hari "Aku Bersyukur..."



Syukur adalah sebuah hal yang diidamkan banyak orang untuk bisa dirasakan dengan sangat mudah, tetapi kenyataannya tidaklah mudah. Rasa syukur adalah perasaan yang wajib manusia miliki agar tetap hidup membumi, agar tetap merasa cukup dengan apa yang telah dimiliki, agar senantiasa berterimakasih dan merasa beruntung dengan segala hal yang terjadi dalam hidup.

Hari Jum'at sore setelah saya dan Zahra selesai mengunjungi salah satu festival yang diadakan di Senayan kami pulang ke rumah kami masing-masing. Zahra menggunakan Commuter Line jurusan Bogor, sedang saya menaiki Commuter Line jurusan Tanah Abang untuk selanjutnya turun di Duri dan berpindah kereta jurusan ke Tangerang. Perjalanan sore itu cukup melelahkan untuk saya, naik kereta dari Stasiun Duri menuju Tangerang, saya harus sedikit berdesakkan dan berebut tempat duduk karena padatnya penumpang saat itu.

Perjalanan dengan kendaraan umum memang tidak pernah nyaman dan tidak pernah mudah. Terkadang harus berdesakkan, terkadang harus berpanas-panasan, terkadang juga harus menunggu dengan waktu yang cukup lama. Tetapi apapun itu, menaiki kendaraan umum selalu menjadi nikmat dan pengalaman tersendiri untuk saya. Ya, disamping karena saya tidak bisa mengendarai dan punya kendaraan pribadi, saya senang bisa melihat dan merasakan sendiri berbagai macam kehidupan yang ada di dunia luar.

Sore itu, dari dalam kereta yang hampir penuh sesak saya bisa melihat wajah-wajah masam dari orang-orang yang baru saja pulang bekerja, tubuh-tubuh yang lesu akibat beban yang menumpuk di pundak-pundak mereka. Diperjalanan yang lain, dari jendela angkutan umum saya bisa melihat seorang bapak yang menjajakan makanannya di tengah jalan raya dengan terik matahari menyirami kulit sawo matangnya atau pria paruh baya yang meski hari sudah gelap masih terjaga menjajakan sepatu-sepatu kulitnya yang belum banyak terjual di pinggir jalan, saya bisa melihat seorang kakek yang masih mendorong gerobak berisi berbagai macam aksesoris yang kelihatannya masih belum juga laku atau seorang ibu yang baru saja pulang bekerja dari sebuah pabrik dengan wajah lelahnya akibat harus berangkat saat matahari baru terbit dan pulang saat matahari sudah tenggelam atau banyak lagi cerita kehidupan yang bisa saya amati ketika sedang berada di angkutan umum. 

Dari menaiki kendaraan umum saya belajar untuk bersyukur dengan segala kehidupan yang sekarang saya miliki. Jujur saja, sebagai manusia kadang saya lupa untuk bersyukur. Saya merasa hidup yang saya jalani selalu tidak berjalan pada relnya, selalu mengeluh dengan keadaan, terlalu khawatir dengan masa depan. Terkadang saya merasa hidup terlalu sulit dan terlalu kejam, hidup terlalu menuntut ini dan itu. Ego yang ada di dalam diri saya selalu bisa menang karena saya sendiri tidak pernah ada kekuatan untuk melawan. Padahal sebenarnya saya hanya lupa untuk mensyukuri semuanya. Ketika saya makan enak belum tentu orang yang ada di luar sana bisa makan enak. Ketika saya tidur nyenyak belum tentu orang yang ada di luar sana bisa tidur dengan nyenyak juga. Ada banyak orang di luar sana yang juga takut dengan keadaan dirinya tapi masih bisa berdiri tegak tanpa ada keluh kesah yang keluar dari bibirnya. Ada banyak manusia-manusia hebat yang masih bisa bersyukur meski tinggal di rumah yang hanya sepetak. Ada banyak puluhan kisah yang lebih getir dari sekadar curahan hati seorang penakut seperti saya.

Sejatinya hidup itu memang rumit dan sulit, tapi rasa syukur dihadirkan sebagai penyederhananya. Rasa syukur hadir sebagai peredam bagi jiwa yang terbakar oleh obsesi akan dunia. Tidak harus dari angkutan umum rasa syukur itu wajib hadir, melainkan harus dari mana saja. Ia harus hadir setiap hari, hadir dalam setiap hela napas, hadir dalam setiap detak jantung dan aliran darah agar manusia bisa selalu stabil, berusaha mengepakkan sayap-sayapnya ke langit namun tetap kembali untuk berpijak di bumi.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gunung Sibuatan Part 1 : Perkenalan Yang Menyakitkan

  16 Februari 2018, merupakan hari pertama saya menginjakkan kaki di Gunung Sibuatan, Sumatera Utara. Berawal dari seorang teman yang bertanya kepada saya tentang detail lokasi dan keadaan Gunung Sibuatan, lama-lama berakhir dengan ajakan mendaki bersama. Gunung Sibuatan terletak di Desa Nagalingga, Kab. Karo dan merupakan gunung tertinggi di Provinsi Sumatera Utara dengan ketinggian 2.457 mdpl. Singkat cerita setelah semalaman menginap di kost teman di Kabanjahe, saya, sahabat saya Zahra dan tiga orang lainnya yaitu Apis, Iqmal dan Insan berangkat menuju Desa Nagalingga dengan menggunakan tiga buah sepeda motor. Beberapa hari sebelum kami berangkat, seperti biasa kami membuat group chat untuk membahas bagaimana keadaan tempat yang akan kami tuju, apa saja kendala yang akan dialami, waktu untuk mencapai tempat tersebut, masalah transportasi, logistik dan hal-hal lain yang harus dipersiapkan sebelum pergi. Dari kesepakatan, kami seharusnya berangkat pagi-pagi sekitar j...

Gunung Sibuatan Part 2 : Kami Berada di Tengah Sepi

Melanjutkan kisah sebelumnya... Setelah sekitar hampir satu jam kami beristirahat, kami kembali memulai pendakian. Dari shelter 4 menuju shelter 5 memiliki jalur yang bisa dibilang cukup extreme . Jalur dengan tanjakan yang terbuat dari akar-akar besar dan tinggi membuat kami menelan ludah dibuatnya belum lagi udara semakin dingin perlahan mulai terasa menusuk sampai ke tulang dan saya pun semakin resah memikirkan keadaan kaki saya yang sering kumat-kumatan. Sebelum melanjutkan pendakian tak lupa kami berdoa dalam hati kami masing-masing memohon kepada Sang Pencipta agar diberi keselamatan dalam perjalanan mengingat kami kembali mendaki diwaktu hampir gelap. Setelah mengemas barang-barang dan mempersiapkan diri, kami mulai mendaki dengan ritme sedikit cepat. Formasi masih sama dengan sebelumnya, tetap Apis dan Iqmal di depan saya dan Zahra, sementara Insan bersiaga di belakang kami berdua. Dengan tracking pole di tangan sebelah kanan, saya mulai menanjaki akar-akar...