Syukur adalah sebuah hal yang
diidamkan banyak orang untuk bisa dirasakan dengan sangat mudah, tetapi
kenyataannya tidaklah mudah. Rasa syukur adalah perasaan yang wajib manusia
miliki agar tetap hidup membumi, agar tetap merasa cukup dengan apa yang telah
dimiliki, agar senantiasa berterimakasih dan merasa beruntung dengan segala hal
yang terjadi dalam hidup.
Hari Jum'at sore setelah saya dan Zahra
selesai mengunjungi salah satu festival yang diadakan di Senayan kami
pulang ke rumah kami masing-masing. Zahra menggunakan Commuter Line jurusan
Bogor, sedang saya menaiki Commuter Line jurusan Tanah Abang untuk selanjutnya
turun di Duri dan berpindah kereta jurusan ke Tangerang. Perjalanan sore itu
cukup melelahkan untuk saya, naik kereta dari Stasiun Duri menuju Tangerang,
saya harus sedikit berdesakkan dan berebut tempat duduk karena padatnya
penumpang saat itu.
Perjalanan dengan kendaraan umum
memang tidak pernah nyaman dan tidak pernah mudah. Terkadang harus berdesakkan,
terkadang harus berpanas-panasan, terkadang juga harus menunggu dengan waktu yang
cukup lama. Tetapi apapun itu, menaiki kendaraan umum selalu menjadi nikmat dan
pengalaman tersendiri untuk saya. Ya, disamping karena saya tidak bisa
mengendarai dan punya kendaraan pribadi, saya senang bisa melihat dan merasakan
sendiri berbagai macam kehidupan yang ada di dunia luar.
Sore itu, dari dalam kereta yang
hampir penuh sesak saya bisa melihat wajah-wajah masam dari orang-orang yang baru saja pulang
bekerja, tubuh-tubuh yang lesu akibat beban yang menumpuk di pundak-pundak mereka. Diperjalanan yang lain, dari jendela
angkutan umum saya bisa melihat seorang bapak yang menjajakan makanannya di
tengah jalan raya dengan terik matahari menyirami kulit sawo matangnya atau pria
paruh baya yang meski hari sudah gelap masih terjaga menjajakan sepatu-sepatu
kulitnya yang belum banyak terjual di pinggir jalan, saya bisa melihat seorang
kakek yang masih mendorong gerobak berisi berbagai macam aksesoris yang
kelihatannya masih belum juga laku atau seorang ibu yang baru saja pulang
bekerja dari sebuah pabrik dengan wajah lelahnya akibat harus berangkat saat
matahari baru terbit dan pulang saat matahari sudah tenggelam atau banyak lagi
cerita kehidupan yang bisa saya amati ketika sedang berada di angkutan umum.
Dari menaiki kendaraan umum saya
belajar untuk bersyukur dengan segala kehidupan yang sekarang saya miliki.
Jujur saja, sebagai manusia kadang saya lupa untuk bersyukur. Saya merasa hidup
yang saya jalani selalu tidak berjalan pada relnya, selalu mengeluh dengan
keadaan, terlalu khawatir dengan masa depan. Terkadang saya merasa hidup
terlalu sulit dan terlalu kejam, hidup terlalu menuntut ini dan itu. Ego yang
ada di dalam diri saya selalu bisa menang karena saya sendiri tidak pernah ada
kekuatan untuk melawan. Padahal sebenarnya saya hanya lupa untuk mensyukuri semuanya.
Ketika saya makan enak belum tentu orang yang ada di luar sana bisa makan enak.
Ketika saya tidur nyenyak belum tentu orang yang ada di luar sana bisa tidur
dengan nyenyak juga. Ada banyak orang di luar sana yang juga takut dengan
keadaan dirinya tapi masih bisa berdiri tegak tanpa ada keluh kesah yang keluar
dari bibirnya. Ada banyak manusia-manusia hebat yang masih bisa bersyukur meski
tinggal di rumah yang hanya sepetak. Ada banyak puluhan kisah yang lebih getir
dari sekadar curahan hati seorang penakut seperti saya.
Sejatinya hidup itu memang rumit dan
sulit, tapi rasa syukur dihadirkan sebagai penyederhananya. Rasa syukur hadir
sebagai peredam bagi jiwa yang terbakar oleh obsesi akan dunia. Tidak harus dari
angkutan umum rasa syukur itu wajib hadir, melainkan harus dari mana saja. Ia harus
hadir setiap hari, hadir dalam setiap hela napas, hadir dalam setiap detak jantung
dan aliran darah agar manusia bisa selalu stabil, berusaha mengepakkan
sayap-sayapnya ke langit namun tetap kembali untuk berpijak di bumi.
Komentar
Posting Komentar